Pedoman untuk net sink karbon atau biasa disebut pemanfaatan sektor hutan dan lahan akan ditargetkan dalam agenda Indonesia FoLU 2030 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memantapkan pedoman untuk mencapai penyerapan bersih atau net sink karbon pemanfaatan sektor hutan dan lahan yang ditargetkan dalam agenda Indonesia FoLU 2030.
“Kita akan buat detilnya untuk bagaimana mencapai ‘net sink‘. Dan kita akan menghitung faktor-faktor emisinya, karena hitungannya kan beda-beda,” kata Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong dalam konferensi pers virtual tentang Indonesia’s Forest and Other Land Use (FoLU) Net Sink by 2030 di Jakarta, Rabu.
Setiap jenis pohon memiliki kapasitas formulasi tingkat sekuestrasi karbon yang berbeda-beda. Itu, menurut Alue, yang akan mereka siapkan.
Selain itu, ia mengatakan pedoman yang harus segera disiapkan adalah cara menghitung emisi dari dekomposisi gambut. “Ini sedang kita rancang juga, termasuk faktor emisinya”.
Alue juga mengatakan akan menyiapkan pedoman menghitung pencegahan emisi dari manajemen tata kelola gambut, terutama untuk faktor air. Karena itu juga sangat besar. Karena kalau kita mengacu ke publikasi ilmiah sebetulnya kita bisa cegah 9 ton karbon dioksida ekuivalen per hektare lepas kalau kita naikkan 1 meter air gambut. Setara dengan 90 ton karbon dioksida ekuivalen per hektare”.
“Ini sedang kita diskusikan dengan para pakar. Tinggal dibuat azas legalnya,” lanjutnya.
Pekerjaan rumah besarnya, menurut dia, selain peta jalan detil yang spesifik, juga ada pedoman-pedoman untuk melaksanakan net carbon sink tersebut, termasuk memutakhirkan sistem monitoringnya. Namun demikian mereka tidak menyiapkan semuanya dari nol, karena beberapa sudah dimulai.
Saat memberikan arahan dalam Kick Off Meeting Persiapan Delegasi Indonesia Menuju Konferensi Perubahan Iklim Glasgow pada Senin (19/7), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan sangat penting sudah dapat memantapkan operasional kerja dalam bentuk manual atau pedoman pada 2021-2022.
Pedoman yang disiapkan tersebut antara lain, manajemen pencegahan dan pengendalian kebakaran lanskap, kontrol deforestasi dan monitoring hutan, pemanfaatan dan pengendalian yang optimal pengelolaan lahan gambut dan rehabilitasi mangrove. Lalu ada punya, Forest Law Enforcement, Goverment and Trade-Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) kayu legal untuk manajemen hutan lestari.
Selanjutnya, perhutanan sosial untuk kesejahteraan masyarakat, konsolidasi habitat yang terfragmentasi untuk spesies satwa liar, hutan untuk ekowisata dan penyembuhan, perhitungan dan kebijakan berbasis konsumsi karbon. Terakhir, pedoman untuk rehabilitasi hutan serta konservasi lanskap untuk masyarakat sipil.
“Kita persiapkan saat ini menyongsong Indonesia FoLU 2030. Penyelesaian terhadap manual dan ‘guidelines‘ pada aspek-aspek tersebut akan mampu menjaga konsistensi kebijakan dari waktu ke waktu. Demikian pula akan menjadi pedoman dalam menjaga konsistensi antara implementasi, kebijakan operasional dan kebijakan dasarnya,” katanya.
Dengan demikian ia mengatakan pada 2030 sudah akan bisa mencapai net sink karbon sektor FoLU, atau yang disebut agenda Indonesia FoLU 2030. (*/cr2)
Sumber: antaranews.com