JAKARTA – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), menggelar Dialog Nasional Refleksi Akhir Tahun 2025, Senin (15/12/2025) di Hall Dewan Pers, Jakarta, dengan fokus utama pada tantangan masa depan “Media Baru Menuju Pers Sehat.”
Acara yang dihadiri para akademisi, praktisi media, dan perwakilan pemerintah ini menyoroti perlunya penguatan etika jurnalistik dan dukungan kebijakan untuk menjamin keberlanjutan media arus utama di tengah disrupsi digital.
Dialog ini menghadirkan 8 pembicara dari berbagai latarbelakang, termasuk dua perspektif kunci yakni Hersubeno Arief selaku praktisi media senior dan pengamat politik, serta Nuzula Anggeraini (perwakilan pemerintah), Direktur Politik dan Komunikasi dari Kementerian PPN/Bappenas.
Dialog nasional kali ini juga dihadiri Ketua Dewan Pers Komarudin Hidayat dan sejumlah anggota Dewan Pers, turut hadir juga antara lain, Ketua dan Anggota Dewan Pakar SMSI Prof. Dr. H. Yuddy Crisnandi dan Prof. Henri Subiakto; Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika; wartawan senior Aiman Witjaksono; serta Dr. Ariawan, Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP).
Dialog ini juga dipandu oleh Prof. Dr. Taufiqurochman, A.Ks., S.H., S.Sos., M.Si., yang saat ini menjabat sebagai Dewan Penasehat SMSI Pusat.
Dalam paparannya, Hersubeno Arief menyoroti krisis integritas yang dihadapi oleh media baru (media online), di mana kecepatan seringkali mengalahkan ketepatan dan kedalaman.
”Tahun 2025 ini, kita menyaksikan puncak dari fenomena post-truth, di mana narasi dan sentimen lebih dominan daripada fakta. Media baru, yang seharusnya menjadi pilar pencerahan, justru sering terseret menjadi ‘surga para buzzer’ dan penyebar disinformasi,” tegas Hersubeno,
Ia menekankan bahwa tantangan terbesar bukan lagi pada teknologi, melainkan pada moral dan etika jurnalis.
Menurut Hersu, kunci menuju ‘Pers Sehat’ adalah kembali pada filosofi watchdog journalism, pers sebagai pengawas kekuasaan dan mengurangi ketergantungan pada model bisnis yang mendorong clickbait demi keuntungan sesaat.
Hersubeno juga mendorong agar organisasi pers, seperti SMSI, memperkuat program sertifikasi dan penegakan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) secara ketat untuk membedakan antara produk jurnalistik profesional dan konten yang menyerupai berita.
Sedangkan dalam menjawab tantangan industri media saat ini, Nuzula Anggeraini dari Kementerian PPN/Bappenas menegaskan komitmen pemerintah untuk memastikan keberlanjutan dan daya saing media massa arus utama di era digital.
”Pemerintah melalui Bappenas memandang media massa sebagai pilar keempat demokrasi yang harus bertanggung jawab, edukatif, jujur, objektif, dan yang terpenting, sehat secara industri (BEJO’S),” ujar Nuzula.
Ia memaparkan bahwa rencana pembangunan nasional di sektor komunikasi dan informatika akan fokus pada tiga area strategis yaitu, Penguatan Kapasitas Lembaga Pers, dimana tentunya mendukung peningkatan kualitas SDM pers melalui program pelatihan dan standardisasi profesi.
Kemudian, transformasi bisnis media yang mendorong model bisnis yang adaptif di tengah dominasi platform digital global, termasuk mencari solusi bagi ekosistem ekonomi media yang lebih adil.
Terakhir Literasi Digital Publik. Literasi ini memperkuat masyarakat agar memiliki nalar sehat dan mampu membedakan konten jurnalistik dari hoaks.
Bappenas optimis, melalui kolaborasi erat antara Dewan Pers, organisasi media, dan pemangku kepentingan, Indonesia dapat menavigasi disrupsi digital dan memastikan Pers tetap menjadi arus utama dalam penyampaian informasi yang kredibel dan berintegritas.
Dialog ditutup dengan kesimpulan bahwa media baru harus memiliki tempat dalam regulasi dan juga ekosistem pers, dalam naungan Dewan Pers.
Media baru memiliki potensi besar sebagai alat pencerahan, namun potensi tersebut hanya dapat tercapai jika industri dan praktik jurnalisme kembali berlandaskan etika kuat dan didukung oleh kebijakan negara yang pro-kualitas. (*/Wan)










