Site icon TERNATEKU.COM

Alhamdulillah Banyak Sekali Relawan Anies, Tapi Perlu Hati-Hati

Oleh Asyari Usman

Puluhan, atau mungkin ratusan, juta orang ingin agar Anies Baswedan (ABW) terpilih menjadi presiden berikutnya. Sejalan dengan indikasi jajak pendapat publik yang menunjukkan Anies sedang ‘trendy’, eforia pembentukan kelompok atau komunitas relawan untuk Anies 2024 pun semakin marak. Di mana-mana muncul semangat untuk mengantarkan Anies ke kursi presiden.

Anies menjadi fokus harapan untuk menyelamatkan Indonesia yang sekarang berantakan di tangan Presiden Jokowi. Segala aspek kehidupan menjadi amburadul. Rakyat tampaknya menyadari kekeliruan mereka memilih Jokowi.

Karena itu, pilpres 2024 harus milik Anies. Ini yang mungkin mendorong masyarakat di seluruh pelosok Indonesia untuk ikut memastikan kepresidenan Anies setelah Jokowi. Jangan sampai rakyat tertipu dan ditipu lagi. Proses pilpres wajib dikawal ketat. Promosi Anies harus digencarkan.

Partisipasi rakyat untuk Anies Presiden 2024, luar biasa. Tidak ada pengerahan. Semuanya inisiatif sendiri. Kalau ada biaya, mereka tanggung sendiri.

Yang sangat menarik, banyak sekali komunitas relawan yang tidak terkoneksi atau berkomunikasi sama sekali dengan lingkaran Anies. Mereka tampil spontan. Dan di sana-sini, mereka muncul seadanya. Misalnya, ada yang cuma sendirian atau beberapa orang membawa poster dukungan untuk Anies.

Banyak deklarasi dukungan. Menjamur di segala pelosok. Singkat cerita, suasana yang ada saat ini bagaikan kampanye pilpres ABW.

Di level lain, komunitas penulis untuk Anies pun sedang ‘booming’. Komunitas penulis sangat penting bagi seorang figur yang diidolakan seperti Anies. Sebab, mereka adalah orang-orang yang membuat deskripsi dan perspektif tentang Anies. Dari segala sisi. Tulisan-tulisan mereka dibaca oleh masyarakat luas melalui berbagai platform portal online dan media sosial.

Para penulis menjadi salah satu ‘outlet’ yang sangat krusial bagi ABW. Mereka, dengan konten dan ragam penyampaian, bisa mempengaruhi pemilih, khususnya ‘floating mass’ alias massa yang belum punya preferensi. Yang belum menentukan pilihan.

Komunitas penulis dan juga komunitas relawan sangat diperlukan Anies. Tetapi, ada satu hal yang perlu diperhatikan. Dan ini sangat mendasar sekali terkait dengan pengelolaan pemerintahan di bawah Presiden Anies Baswedan, kelak.

Dalam kesempatan ini, saya ingin mengerucutkan sorotan ke komunitas penulis. Maksud saya, Anies sebaiknya aktif melihat dan mendalami motif para penulis meskipun dia, secara pribadi, kenal baik dengan mereka.

Saya punya pengalaman pribadi yang, menurut hemat saya, sangat memprihantikan. Ada penulis yang bermentalitas “katak di bawah tempurung”. Dia kelihatan ingin mendominasi kedekatan dengan Anies. Penulis itu sangat piawai dan cendekia. Dia kelihatan punya banyak sumber informasi yang “well-placed” –yaitu orang-orang yang berada di pusaran politik Indonesia. Sumber tingkat tinggi, lebih-kurang.

Tak perlu dan tak boleh saya sebutkan identitas penulis dimaksud. Cukuplah saya gambarkan gelagat dia yang bisa merugikan Anies.

Penulis itu mungkin merasa “Anies is mine”. Anies itu saya punya. Yang lain tak boleh berada lebih dekat ke “milik saya itu”, begitu kira-kira. You’re not allowed to come close to him. Anda tak boleh dekat dengan dia (Anies).

Padahal, saya tidak bermaksud untuk dekat atau menjadi akrab dengan ABW. Saya hanya ingin menyapa saja. Karena, saya dengar, Anies pernah membaca tulisan-tulisan saya. Menjelang Pilkada DKI 2017, mohon maaf terpakasa mengatakan ini, saya sangat aktif membantu Anies dalam bentuk tulisan. Bisa digoogling keyword “Asyari Usman Anies Baswedan”.

Pernah suatu hari saya meminta nomor HP/WA Anies kepada teman penulis itu. Dia bilang, dia harus kasih tau Anies dulu. Saya tunggu-tunggu, sampai hari ini teman tersebut tidak mengatakan apa-apa. Kalau pun dia berikan, tidaklah mungkin akan saya salahgunakan. Saya tidak mungkin meminta apa-apa dari Anies.

Saya juga pahamlah kesibukan luar biasa seorang gubernur. Konon pula gubernur Jakarta. Tak mungkinlah saya bombardier Anies dengan dering telefon atau chat WA.

Mentalitas “Anies is mine” itu bisa merugikan ABW. Orang akan menyangka Anies tidak mau dihubungi, tidak mau berkomunikasi, dan sangkaan-sangkaan negatif lainnya. Saya yakin Anies akan melayani tegur-sapa sewajarnya. Dan inilah yang saya maksudkan. Bukan ingin mendekat seperti si penulis itu.

Wallahu a’lam. Boleh jadi teman penulis itu ingin menjadi “sole agent” (agen tunggal) untuk Anies. Orang lain tak boleh kenal Anies.

Kalau tulisan ini bisa sampai ke HP Pak Anies, saya hanya ingin berpesan: berhati-hatilan terhadap orang-orang yang merasa paling berhak kenal dengan Ente, Pak. Saya tak tahu persis apakah Ente pernah mengatakan kepada penulis itu agar tidak memberikan nomor HP Ente kepada orang lain, khususnya kepada saya. Rasa-rasanya tak mungkin.

Sebetulnya, ada cara lain untuk terhubung dengan ABW. Saya kenal dengan sejumlah orang tinggi yang kenal baik dengan Pak Gub. Bisa saja saya “manfaatkan” beliau-beliau itu. Tapi, jalur ini tidak akan saya lakukan karena ada kesan kebelet mau jumpa Anies. In-sya Allah tidak akan saya lakukan.

Selain itu, saya juga –kalau mau– bisa saja mampir ke Balai Kota dan terobos langsung ke kantor Anies. Somehow, ABW tahu juga kok nama saya. Tapi, cara kedua ini pun tidak baik. I’m old enough to avoid such a dignity-degrading act.

Jadi, sekali lagi, ABW perlu hati-hati. Saya merasa kurang enak diperlakukan seperti oportunis oleh si penulis. Saya memang bukan siapa-siapa bagi Ente, Pak Gub. Tapi, sekecil apa pun saya di mata si penulis –boleh jadi juga di mata Ente—tentunya Ente tidak menginginkan “bad image” dalam pandangan saya, apalagi “unpleasant and hostile perception”.

Alhamdulillah, sampai detik ini saya tidak punya “bad intention”. Tak mungkin saya berada di barisan Anies Presiden 2024 dengan pikiran kotor tentang Ente.[

Exit mobile version